Jumat, 28 Maret 2014

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN HIDUP (K3)



1. Umum
Bekerja dengan menggunakan media kerja semakin berkembang , sehingga disetiap kesempatan kerja selalu diikuti dengan potensi terjadinya kecelakaan kerja akibat kurangnya perhatian manusia, cara penggunaan peralatan yang salah atau tidak semestinya, pemakaian pelindung diri yang kurang baik dan kesalahan lain yang terjadi di lingkungan kerja bidang bangunan kapal kayu. Keselamatan kesehatan kerja paling banyak membicarakan adanya kecelakaan dan perbuatan yang mengarah pada tindakan yang mengandung bahaya.
Untuk menghindari atau mengeliminir terjadinya kecelakaan perlu penguasaan pengetahuan keselamatan kesehatan kerja dan mengetahui tindakan tindakan yang harus diambil agar keselamatan kesehatan kerja dapat berperan dengan baik. Untuk membahas hal tersebut faktor yang paling dominan adalah kecelakaan, perbuatan yang tidak aman, dan kondisi yang tidak aman.

2. Kecelakaan Kerja
1. Faktor yang paling banyak terjadi dilingkungan kerja adalah adanya kecelakaan, dimana kecelakaan merupakan :
1).    Kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan cidera fisik seseorang bahkan fatal sampai kematian /  cacat seumur hidup dan kerusakan harta  milik
2).    Kecelakaan biasanya akibat kontak dengan sumber   energi diatas nilai ambang batas dari badan atau bangunan
3).     Kejadian yang tidak diinginkan yang mungkin  dapat menurunkan efisiensi operasional suatu usaha
2.   Hal-hal dalam kecelakaan dapat meliputi :
1).     Kecelakaan dapat terjadi setiap saat (80 % Kecelakaan akibat kelalaian )
2).     Kecelakaan tidak memilih cara tertentu untuk terjadi
3).     Kecelakaan selalu dapat menimbulkan kerugian.
4).     Kecelakaan selalu menimbulkan gangguan
5).     Kecelakaan selalu mempunyai sebab
6).     Kecelakaan dapat dicegah

3. Perbuatan Tidak Aman
  •  Perbuatan tidak aman (Unsafe Action) dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai berikut :
  1. Tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri) standard yaitu : Helm dengan tali, sabuk pengaman, stiwel dan sepatu tahan pukul, pakaian kerja, sarung tangan kerja dan APD sesuai kondisi bahaya kerja yang dihadapi saat bekerja pengelasan.
  2. Melakukan tindakan ceroboh / tidak mengikuti prosedur kerja yang berlaku bidang pengelasan.
  3. Pengetahuan dan ketrampilan pelaksana yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan padanya.
  4. Mental dan fisik yang belum siap untuk tugas-tugas yang diembannya.

4. Kondisi Tidak Aman 
  • Kondisi tidak aman (Unsafe Condition) dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai berikut :
  1. Lokasi kerja yang kumuh dan kotor
  2. Alokasi personil / pekerja yang tidak terencana dengan baik, sehingga pada satu lokasi dipenuhi oleh beberapa pekerja. Sangat berpotensi bahaya.
  3. Fasilitas / sarana kerja yang tidak memenuhi standard minimal, seperti scafolding/perancah tidak aman, pada proses pekerjaan dalam tangki tidak tersedia exhaust blower
  4. Terjadi pencemaran dan polusi pada lingkungan kerja, misal debu, tumpahan oli, minyak dan B3 (bahan berbahaya dan beracun).
  •        Hal – hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan yaitu :
  1. Bekerja diatas ketinggian lebih dari 2 meter pada daerah terbuka, harus mengikatkan sabuk pengaman (Safety belt)
  2. Jangan meletakkan material / benda / alat kerja dijalan lalu lalang orang, misal jalur hijau.
  3. Saat akan mengangkat barang / material bayangkan atau periksalah terlebih dahulu  angkatlah! Sedikit demi sedikit.
  4. Saat akan ke WC (Toilet), ketika akan meninggalkan tempat kerja beritahukanlah pada T/L “Team Leader” pengawas kerja atau teman kerja
  5. Saat ada Crane yang berjalan, jangan berada dibawa benda yang diangkat.
  6. Perhatikan sekitar anda sebelum menyalakan gas; adakah gas yang mudah terbakar, arah angin, lidah api dan pekerja lain.
  7. Waspadalah pada putaran mesin, roda gila dll agar tangan dan anggota badan anda tidak tersangkut.
  8. Tanda larangan masuk, seperti bila ada pita / tali putih strip hitam atau putih strip merah dan baricade-2 dilokasi kerja.
  9. Saat waktu kerja selesai (istirahat / pulang ) untuk meninggalkan tempat, laku-kanlah bersama-sama.
  10. Saat selesai bekerja (istirahat/pulang) lakukanlah bersama – sama / serempak.
  11. Saat berjalan usahakan diatas jalur hijau dan untuk menyebrang jalan harus melalui “Zebra Cross” dan pastikanlah melihat kekanan – kiri dahulu serta benar benar bebas.

Aman / selamat merupakan kondisi yang tidak ada kemungkinan malapetaka
Tindakan tidak aman merupakan suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan
Kondisi tidak aman merupakan kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan


5. Alat Pelindung Diri (APD)
Adalah Seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh / sebagaian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya (hazard) yang mengakibatkan Kecelakaan kerja.
Alat Pelindung Diri (APD) dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu :
  • APD standar minimal terdiri atas helm dengan tali, sabuk pengaman, striwel, sepatu tahan pukul dan ketelpak kerja.
  •  APD sesuai kondisi kerja
Penggunaan APD yang baik yaitu :
  •  Identifikasi & evaluasi potensi bahaya
  • Pemilihan yang tepat & kesesuaian
  • Diklat
  • Pemeliharaan
  • Kesadaran Manajemen & pekerja
Dasar hukum
Dasar hukum tentang Alat Pelindung Diri (APD) sebagai berikut :
1.        Undang-undang No.1 tahun 1970
a)        Pasal 3 ayat (1) butir f : Dengan peraturan perun-dangan ditetapkan syarat - syarat untuk memberikan APD
b)        Pasal 9 ayat (1) butir c : Pengurus diwajibkan me-nunjukkan dan menjelas-kan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD
c)        Pasal 12 butir b : Dengan peraturan perundangan di-atur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD
d)        Pasal 14 butir c : Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma
2.        Permenakertrans  No.Per-01 / MEN / 1981
Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyedia-kan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja.untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3.        Permenakertrans No.Per.03 / Men / 1982
Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.

6. Kesehatan Kerja
         6.1   Penyakit akibat kebisingan
Kebisingan adalah adanya suara pada suatu ruangan kerja dgn Intensitas melebihi nilai ambang batas (NAB). Apabila berbicara 2 orang pada jarak 1 meter sambil berteriak/bersuara keras maka dapat diartikan lokasi itu BISING (Kep.Men. Tenaga kerja No. 61/Men/1999 : NAB). Pekerja tidak boleh terpapar lebih dari 140 Dba, walau sesaat pun.
Penyakit yang ditimbulkan karena kebisingan :
·       Kelelahan, pemarah, gagap dan Emosi yg tinggi
·       Kerusakan fungsi alat pendengaran
·       Denyut jantung makin meninggi (tidak normal)
·       Terjadi akumulasi lemah pada pembuluh darah
·       Hormon Adrenalin meningkat = tekanan darah naik
          6.2.      Penyakit akibat pencemaran debu / partikel
       Partikel debu yang masuk melalui;kulit,mulut & pernafasan;
  •  Kurang 1 mikron dapat keluar masuk saluran pernafasan
  • 1 – 3 mikron dapat masuk kedalam kantung udara paru-2
  •  Diatas 5 mikron akan bertahan diseluruh pernafasan atas, menyebabkan ISPA (Inveksi Saluran Pernafasan Atas)
    6.3. Penyakit yang ditimbulkan karena kebisingan :
  • Penyakit antrakosis(ditandai sesak nafas) akibat oleh debu
  • Batubara, masa inkubasi 2-4 tahun.
  • Penyakit Silikosis(ditandai sesak nafas dgn batuk-2 tanpa dahak) akibat debu Silika yg mengendap di paru-2, juga dari proses debu peng-gerindaan, Blasting dan pengecoran beton
  • Penyakit Silikosis lebih buruk dari TBC, Bronkitis dan Asma
  • Penyakit Asbestos dapat jadi Kanker Asbestosis, akibat debu
  • Blasting dan Asbes
  • Penyakit Biriliosis disebabkan oleh debu logam Birilium dari pembuatan tabung radio dan proses Blasting logam,gejala batuk kering dan sesak nafas
  • Penyakit Silikosis lebih buruk dari TBC, Bronkitis dan Asma
  • Penyakit Asbestos dapat jadi Kanker Asbestosis, akibat debu
  • Blasting dan Asbes
  • Penyakit Biriliosis disebabkan oleh debu logam Birilium dari pembuatan tabung radio dan proses Blasting logam,gejala batuk kering dan sesak nafas

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN
1. Umum
1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) merupakan suatu pemberian pertolongan, pengobatan dan perawatan mendadak yang dilaksanakan dalam waktu singkat, cepat dan tepat sebelum dibawa ke rumah sakit. Jadi P3K bersifat sementara.
2.    Tujuan P3K adalah
a.  Mencegah bahaya maut atau mempertahankan hidup si korban
b.  Mencegah bahaya cacat
c.  Mencegah bahaya infeksi
d.  Mengurangi rasa sakit/meringankan penderitaan
e.  Menunjang penyembuhan
3.    Seorang penolong harus bersikap
a.  Tenang dalam berfikir dan bertindak
b.  Ingat PATUT, yaitu
  Penolong harus dapat menjaga diri sendiri
     Amankan si korban
     Tandai tempat kecelakaan
     Usahakan pengangkutan secepatnya
     Tindakan PPPK secara cepat dan tepat

2.  Gangguan Umum
      2.1.  Matisuri
a.Gejala matisuri antara lain tidak sadarkan diri, warna muka pucat kebiruan, pernafasan tidak nampak dan denyut nadi tidak teraba dan Pupil mata tetap melebar/tidak menyempit dengan penyinaran.
b.Pertolongan yang harus dilakukan
   Pindahkan korban dari tempat yang berbahaya/bebaskan dari penyebabnya
     Hilangkan sebab-sebab mati.
     Longgarkan pakaian yang mengikat.
     Hilangkan segala barang / benda yang menyumbat pernafasan.
     Mulailah dengan memberikan pernafasan buatan.
     Segera panggil dokter /bawa ke rumah sakit. 

2.2.  Gangguan Peredaran Darah
a.    Lokasi gangguan
Kulit (luka / luka bakar), saluran pencernaan (muntaber), dan tulang (patah tulang).
b.    Gejala umum gugat
   Pucat.
     Kulit basah dan dingin.
     Nadi lemah (susah teraba) dan apabila teraba sangat cepat (150 kali lebih per menit).
     Korban gelisah dan bimbang.
     Rasa haus dan kadang-kadang mengacau.
     Mata terlihat cekung.
     Pernafasan cepat dan tida teratur.
c.    Pertolongan
   Bawa korban ketempat yang teduh dan aman.
   Tidurkan terlentang tanpa bantal (kecuali luka dibagian kepala, maka kepala ditinggikan). Bila tidak ada patah tulang dan peredaran dianggota badan, luruskan kaki dan tangannya. Pakaian korban dilepaskan (bila pakaian basah) dan kemudian diselimuti.
   Terangkan sikorban dan usahakan badannya tetap hangat .
   Hentikan semua pendarahan, dan rawatlah semua luka yang ada.
   Longgarkan pakaian yang mengikat.
   Segera panggil dokter/bawa ke rumah sakit.
   Bila menghadapi muntaber berikan garam oralit.
       
       2.3. Pingsan
a.    Gejala umum
   Penderita tidak sadarkan diri.
   Tidak mengadakan reaksi terhadap rangsangan.
   Biasanya penderita terbaring tidak bergerak kadang-kadang gelisah.
   Pernafasan ada, denyut nadi diraba, dan bila kelopak mata dibuka biji mata tidak bergerak dan tidak merasakan sakit.
b.    Pertolongan
   Baringkan penderita ditempat yang teduh dan segar udaranya.
   Apabila matanya merah kepalanya ditinggikan dan apabila pucat biarkan ia berbaring tanpa bantal.
   Kepalanya dimiringkan agar lidahnya tidak tersurut kebelakang.
   Isi mulut (makanan, gigi palsu dll) dikeluarkan .
   Pakaian yang menjepit dilonggarkan.
   Bila penderita kedinginan selimutilah agar badannya hangat, tetapi juga harus dijaga jangan sampai berkeringat/kepanasan.
   Dalam keadaan pingsan jangan diberi makan/minum.
   Jangan ditinggalkan penderita seorang diri, terutama bila gelisah.
   Usahakan untuk menyadarkan dengan bau-bauan yang merangsang, misalnya : Amoniak liquida, alkohol, Au Deccologne atau bawang putih.
   Segera dibawa kerumah sakit.

3. Gangguan Lokal
       3.1.  Pendarahan
1).  Pengertian : Keluarnya darah dari pembuluh darah yang rusak / putus.
2).  Pertolongan
• Tindakan umum
a)   Tekan bagian yang berdarah selama 5 – 15 menit. Beri pembalut tekan pada tempat pendarahan. Bila belum berhasil dapat ditambah pembalut lain tanpa membuka pembalut yang pertama.
b)    Baringkan dengan kepala lebih rendah (kecuali ada pendarahan di kepala atau sesak nafas)
c)    Tinggikan anggota badan yang berdarah.
d)    Tekan pembuluh darah nadi antara tempat  pendarahan dan jantung.
e)    Ajak si korban berbicara.
f)     Berikan banyak minum (bila korban sadar).
g)    Selimuti korban agar badannya menjadi hangat.
h)    Segera dibawa ke rumah sakit.
•Tindakan untuk mengatasi pendarahan menurut lokasi gangguan yang terjadi pendarahan.
a)     Pendarahan di dahi : tekan pembuluh darah nadi di pelipis.
b)    Pendarahan dihidung : korban duduk dengan kepala agak menunduk agar darah tidak terhisap ke paru-paru dan tekan pembuluh darah nadi pada batang hidung.
c)    Pendarahan disekitar mulut : tekan pembuluh darah nadi dirahang bawah.
d) Pendarahan di telinga : jangan membersihkan bekas darah dari telinga atau memberikan obat tetes untuk mencucinya. Tutup telinga dengan kasa steril, dan segera bawa ke rumah sakit.
e)    Pendarahan di mata : tutup luka dengan steril dan bawa ke rumah sakit.
f)     Pendarahan di kepala :
    •  Tinggikan kepala dengan posisi ½ (setengah) duduk.
  •  Carilah apakah ada patah tulang (dengan cara diraba). Bila ada patah tulang, jangan menekan pada bagian tulang yang patah tersebut dan apabila tidak patah dapat dengan cara menekan bagian yang berdarah
g)    Pendarahan pada lengan atas dan siku : tekan pembuluh darahn nadi diketiak.
h)    Pendarahan pada lengan bawah : tekan pembuluh darah nadi di lipatan siku.
i)      Pendarahan tangan : tekan pembuluh darah nadi dipergelangan tangan bagian depan.
j)      Pendarahan pada kaki atas (paha) : tekan pembuluh darah nadi di lipatan paha.
3.2.  Luka
Tindakan pertolongan menurut tempat luka :
   Luka di kepala :
a)    Tidurkan terlentang tanpa bantal jika disertai pingsan.
b)    Luka dibersihkan, ditutup dengan kasa steril dan dibalut.
c)    Segera bawa ke rumah sakit.
   Luka terbuka di dada yang menembus paru :
a). Tidurkan (½ duduk).
b). Luka dibersihkan, ditutup dengan kasa steril dan dibalut.
c)   Berilah plaster/pembalut tekan, supaya udara tidah masuk
d).  Segera bawa ke rumah sakit.
   Luka di perut yang melintang
a). Tidurkan ¼ - ½ duduk.
b)   Luka dibersihkan, ditutup dengan kasa steril.
c)  Bila usus keluar, maka usus yang keluar jangan dimasukkan kembali. Untuk melindungi usus agar tidak tertekan bila dibalut  maka dapat memakai krans verban atau mangkuk steril untuk menutup.
d)   Balutlah longgar-longgar dengan kain segitiga.
e).  Penderita jangan diberi makan /minum dan segera dibawa ke rumah sakit.
   Luka diperut membujur :
a). Tidurkan terlentang
b).  b,c,d dan e sama dengan luka diperut melintang.
c.    Tindakan pertolongan menurut penyebab :
   Luka memar
Penyebab  :
Benturan/pukulan dengan benda tumpul
Gejalanya  :
Sedikit bengkak, warna darah kebiruan, rasa nyeri.
Pertolongan :
Beri kompres es, setelah 24 jam diberi komres panas dan dingin secara bergantian, masing-masing selama 1 (satu) jam.
Aklibat :
Pergeseran kulit dengan benda keras dan kasar sehingga meyebabkan permukaan kulit terkelupas.
   Luka Iris
Penyebab :
Irisan benda yang bertepi tajan
Pertolongan :
a)    bersihkan luka dengan obat anti septik.
b)    Ambil plester yang bersih (steril) lekatkan pada luka hingga saling merapat.
c)    Bila perlu pasang pembalut tekan. 
   Luka lecet
Pertolongan :
a). Bersihkan luka, bila perlu gunting kepingan kulit yang terkelupas.
b).  Perawatan selanjutnya seperti perawatan luka.
   Luka robek
Penyebab :
Goresan benda yang tidak terlalu tajam.
Gejala  :
Berupa luka terbuka, dimana tepi luka bergaris tidak teratur dan jaringan kulit disekitarnya ikut mengalami kerusakan.
Pertolongan :
Seperti pedoman perawatan luka.
   Luka tusuk
Penyebab :
Tusukan benda berujung runcing/benda tajam
Pertolongan :
a).  Keluarkan darahnya dengan menekan disekitar luka, sebagai upaya untuk membersihkan luka.
b).  Perawatan selanjutnya seperti perawatan luka.
c).  Untuk luka tusuk paku, walaupun lukanya kecil perlu dibawa ke dokter /rumah sakit karena bahaya tetanus.
   Luka Bakar
Pengertian :
Kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan sentuhan panas yang tinggi, dan yang panasnya lebih dari 600C dalam waktu yang cukup lama.
Penyebab        :
a).  Api
b).  Cairan/uap/benda panas
c).  Zat kimia
d).  Sinar matahari, listrik, petir, rontgen.
Pertolongan     :
a)    Amankan korban.
b) Hapuslah dari kekuatan bahan yang membakar dengan cara menyiram atau merendam dalam air dingin selama ± 10 menit
c)    Tutup luka dengan kasa steril dan balut yang longgar.
d)    Beri obat pelawan rasa sakit dan beri banyak minum bila korban sadar
e)    Jaga jangan sampai kedinginan.
f)     Bila luka bakar tergolong sedang dan berat harus di rawat di rumah sakit. 

3.3. Patah tulang
1. Macamnya patah tulang :
1). Patah tulang terbuka, yaitu ujung tulang patah menonjol keluar dan langsung berhubungan dengan udara luar.
2). Patah tulang tertutup, yaitu ujung tulang yang patah tidak berhubungan denganudara luar.
2. Gejalanya :
1).     Rasa nyeri, dan akan bertambah nyeri bila ditekan/digerakkan.
2).     Bagian yang patah tidak dapat digerakkan /dipergunakan.
3).     Bentuknya berubah/bengkak. bengkok dan warna kebiruan
4).     Patah tulang terbuka kulit robek dan ujung tulang yang patah terkadang menonjol keluar.
3. Pertolongan :
1).  Pedoman pertolongan :
   Mencegah pendarahan.
   Mencegah gugat.
   Mencegah cacat.
2).  Tindakan umum
  • Pada patah tulang terbuka, pakaian yang menutup tulang yang patah dibuka (dirobek/digunting) agar lukanya dapat dirawat.
  • Hentikan pendarahan dan rawatlah lukanya.
    Khusus untuk mengatasi pendarahan denganpatah tulang terbuka, dimana tulangnya patah mencuat /keluar. :
1)    Rapatkan jaringan kulit yang robek.
2)    Tutup bagian yang patah/berdarah dengan kasa steril.
3)    Beri krans verban sekitar ujung tulang yang mencuat keluar.
4)    Balutlah dengan pembalut tekan (drouk verban) dibagian atas dan bawah krans verban dan pada bagian tengah (tepat tulang yang mencuat) longgar.
  • Kerjakan pembidaian menurut syarat.
  • Anggota badan yang patah ditinggikan.
  • Segera dibawa kerumah sakit.

Prinsip pembidaian :
a.    Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mendapat cedera (lakukan ditempat).
b.    Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang.

Tujuan pembidaian (gunanya bidal / spalk)
a.    Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah.
b.    Memberikan istirahat pada anggota badan tulang yang patah.
c.    Mengurangi rasa sakit/meringankan penderita.
d.    Mempercepat penyembuhan

Syarat-syarat pembidaian :
a.  Bidai harus meliputi 2 (dua) atau lebih persendian dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang sehat (penolong korban).
b.    Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu kendor.
c.    Bidai harus terbuat dari bahan keras, kaku dan lurus.
d.    Bidai harus diberi alas.
e.    Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari atas dan bawah tulang yang patah.
f.     Sediakan dulu alat-alatnya yang diperlukan, baru melaksanakan pembidaian.
g.    Kalau kemungkinan anggota badan yang patah ditinggikan setelah dibidai.
h.    Sepatu, gelang tangan dan alat-alat mengikat perlu dilepas.

PRAKTEK-PRAKTEK KERJA YANG AMAN
1. Laporan Kejadian
Semua orang / personil yang bekerja diperusahaan atau dilapangan apabila mendapat kecederaan pada diri sendiri atau mengetahui terjadi kecederaan pada orang lain, terlibat atau mengetahui adanya kejadian kerusakan barang dan pencemaran lingkungan maka harus segera melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya atau kepada pimpinan yang terkait. 

2. Kesehatan kerja
1.  Tidak ada toleransi bagi penggunaan alkohol dan obat-obatan ditempat kerja atau berdampak terhadap aktivitas kerja
2.  Personil yang megkomsumsi obat resep dari luar harus memberitahu kepala bagiannya atau petugas medis guna memastikan tidak ada pengaruhnya terhadap aktivitas kerja.
3.   Pemeriksaan kesehatan secara berkala harus dilakukan secara periodik terhadap semua personil.
3. Bahan-bahan berbahaya
1.   Setiap orang di tempat kerja berhak untuk mengetahui bentuk fisik dan bahaya kesehatan kerja dari bahan kimia atau bentuk-bentuk paparan di tempat kerja, serta megetahui bagaimaa proteksi pegukura yag dilakukan untuk mencegah dampaknya.
2.  PAL/RPE meyediakan MSDS (lembar informasi bahan berbahaya) dan setiap orang harus memahami dan mematuhi penanganan bahan berbahaya sesuai dengan isi MSDS  dan rambu-rambu dan label-label yang tersedia.
3.    Semua bahan berbahaya harus diidentifikasi sumber bahaya dan dilakukan pengendalian secara engineering (ventilasi dan pemasangan exhaust untuk uap dan asap) dan penyediaan APD yang sesuai.
4.  Para pekerja bertanggungjawab melaksanakan penyimpanan, penanganan, penggunaan dan pemusnahan bahan berbahaya secara aman dan benar.
5.   Para pekerja harus mematuhi prosedur tanggap darurat akibat dari bahan berbahaya (seperti : penanganan/perawatan cedera dan pembersih tumpahan bahan)
6.    Para pekerja harus dilatih tentang penanganan yang aman dari bahan-bahan berbahaya.
      Penyimpanan Bahan Kimia Secara Aman
   Ruang penyimpanan berventilasi
       Terpasang label
       Jangan menyimpan bercampur dengan material lain
4. Alat Pelindung Diri (APD)
1.    APD merupakan peralatan yang harus dipakai oleh pekerja untuk mencegah dirinya dari sumber-sumber berbahaya di sekitar tempat kerjanya yang dapat cedera atau gangguan kesehatan.
2.    Semua personil harus menggunakan secara benar dan tepat sesuai dengan persyaratan kerja.
3.  APD yang sangat mendasar antara lain : pelindung kaki dengan proteksi besi bagian muka, kacamata pelindung dengan kaca samping tepi pelindung untuk perlindungan kepala dari benda dari atas (bukan terbuat dari metal), caverall (pakaian kerja).
4.   Workvest dipakai apabila pekerja di tepi dek atau kapal yang tidak berpagar, sedangkan lifevest hanya dipakai untuk mobilisasi personil.
5.  Perlindungan pendengaran (ear muffs atau ear plugs) bila bekerja di tempat kerja dengan kebisingan di atas 85dBA.
6.  Pelindung pernafasan yang sesuai (masker/respirator) bila menangani bahan-bahan yang mengandung uap atau gas beracun atau lingkungan kerja berdebu.
7.    Sarung tangan bahan cotton dipakai untuk pekerjaan umum, sedangkan untuk penanganan bahan berbahaya harus menggunakan sarung tangan bahan karet atau sejenisnya.
8.    Pencegah jatuh (harrnes) harus digunakan bila pekerja di ketinggian sesuai dengan persyaratan kerja.
9.  Untuk pekerjaan penggunaan api, seperti pekerjaan las, memotong dengan cutting torch harus menggunakan kedok las/goggle las, sarung tangan anti api, apron. 
5. Ijin Kerja (IK)
1.    Semua pekerjaan non-rutin berpotensi resiko terhadap personil, instalasi atau lingkungan dalam instalasi atau lapangan kerja merupakan subjek pemenuhan Sistem ijin kerja.
2.    Pekerjaan tersebut antara lain : hot work (las, potong, gerinda, hot tap, dll)
3.    Masuk dalam confined sapce (vessel, tanki, dll)
4.    X-ray (pipa dan inspeksi pengelasn, dll)
5.    Pekerja civil (penggalian, penanaman pipa dan kabel, konstruksi, dll) dalam atau sekitar instalasi.
6.    Pekerjaan selam
6. Pencegahan jatuh
1.    Harness dan lifeline yang sesuai atau peralatan pencegah jatuh lain harus tersedia dan digunakan bila situasi kerja berikut membahayakan :
     Bekerja di atas 2 meter tanpa pagar yang memadai
     Bekerja pada struktur tinggi atau scaffolding
     Bekerja di atas permukaan air
     Bekerja masuk dalam selokan, vessel tertutup.
  Sistem pelindung/pencegah jatuh lain dapat berupa full body harness, shock absorbing, lanyard, anchoring connector dan support.
2.   Bilamana ada seorang bekerja memerlukan harness atau lifeline, maka harus ada personil di sekitarnya untuk meyakinkan.
7.Manual Handling
Manual handling atau penanganan secara manual : penanganan peralatan atau barang tanpa bantuan peralatan. Hal ini dapat berupa mengangkat, menarik atau mendorong. Untuk pengangkatan dibolehkan hanya untuk maksimal 50kg.
1. Cara yang benar untuk mengangkat merupakan cara yang paling mudah. Letakkan genggam tangan pada barang, atur posisi kaki yang aman, atur posisi punggung agar tegak, tekuk lutut, luruskan dagu dan angkat dengan otot kaki.
2. Bila dua orang atau lebih mengangkat barang, yakinkan adanya isyarat pengaturan sebelum menurunkan, menjatuhkan atau melepas beban.
3. Khusus barang panjang lebih dari 3 meter, kedua muka harus berhadapan saat barang digerakkan. 
8. Mechanical  Handling
Mechanical Handling atau penanganan secara mekanis :adalah penanganan peralatan atau barang dengan peralatan pendukung. Hal ini dapat berupa mengangkat, menarik, atau mendorong. Gunakan peralatan sesuai dengan tujuan pemanfaatannya masing-masing.
9. Pengoperasian Forklift
1.   Hanya orang yang mempunyai wewenang yang telah dilatih dan mempunyai kualifikasi yang diijinkan mengoperasikan crane, forklif atau kendaraan.
2.    Selalu uji perangkat pengendali dan rem. Jangan sampai mengoperasikan peralatan dengan rem yang tidak bekerja atau perangkat mekanis atau kelistrikan lain yang rusak.
3.    Yakinkan anda melihat jalur yang kosong, bebas dari orang atau objek, sebelum menggerakkan peralatan.
4.    Yakinkan untuk memeriksa jarak dalam semua arah – khususnya jarak ke atas.
5.    Selalu menggerakkan peralatan dalam kecepatan aman.
6.    Selalu mengarah maju saat anda bergerak.
7.    Hanya operator yang diijinkan mengemudi kendaraan, forklift atau peralatan lain, kecuali memang tersedia tempat duduk khusus untuk orang lain.
8.    Saat mengangkat beban, yakinkan garpu forklift posisi selebar dan sedalam mungkin di bawah beban. Jangan mengangkat atau menurunkan benda sambil berjalan.
9.     Atur garpu forklift posisi serendah mungkin.
10.  Jangan memutar atau menahan beban di atas orang. Tidak seorangpun dibolehkan berjalan atau berdiri di bawah garpu forklift yang sedang diangkat.
11.  Jika pandangan tertutup beban, forklift harus dikendarai mundur.
12.  Pastikan beban terikat aman atau stabil untuk mencegah tersangkut atau terjatuh.
13.  Jangan gunakan penyambung seadanya. Hanya boleh digunakan peralatan yang telah disahkan oleh pabrik pembuat dan harus dipastikan semua penyambung terpasang.
14.  Bilamana operator forklift meninggalkan forklift dimana forklift tersebut tidak terlihat, forklift harus dimatikan, rem dipasang dan kunci dicabut.
15.  Garpu forklift tidak boleh untuk mengangkat orang. Jika memang diperlukan garpu dapat dirubah dengan peralatan khusus, bicarakan dengan Mechanical Specialist terlebih dahulu.
10. Pengangkatan dengan Crane
1.    Hanya personil yang berwenang memegang SIO yang diperbolehkan mengoperasikan crane.
2.    Personil yang melakukan pengikatan (rigging/slinging) akan diberi pelatihan khusus.
3. Pemeriksaan  harisn terhadap crane dan alat bantu angkat harus dilakukan sebelum pengoperasian.
4.    Semua sling, tali kawat baja dan lain-lain harus ditangani, dilumasi dan dismpan dengan benar untuk mencegah terpelintir, karat. Putusnya kawat atau dapat menimbulkan bahaya.
5.  Pegalas yang sesuai harus digunakan untuk mencegah kerusakan pada sling, rantai dan sebagainya, pada saat bergesekkan dengan permukaan atau ujung yang tajam.
6.    Pengait dan shackle harus dilengkapi dengan pengaman yang efektif untuk  memastikan beban tidak terjatuh dengan tiba-tiba.
7.     Pakailah sarung tangan ketika memegang tali kawat.
8.    Ketahui beban kerja aman yang tertera pada alat takel atau tali temali yang digunakan. Jangan sampai melebihi batas maksimum.
9.    Hitung berat beban sebelum diikat.
10.  Periksalah semua perangkat keras, peralatan, alat tackel dan sling sebelum digunakan dan laporkan peralatan yang rusak kepada Supervisor.
11.  Dilarang menunggangi alat pengangkut, muatan, atau setiap permukaan bulat di crane dan alat derek lainnya.
12. Jangan memanjat atau menuruni peralatan yang sedang bergerak. Jangan meloncat dari peralatan apapun. Gunakan kedua tangan saat naik atau turun dari suatu peralatan.
13.  Hindari tangan anda dari titik jepit saat mengait, menyambung atau menjepit.
14.  Tali pengaman (tag line) harus digunakan untuk pengangkatan beban yang panjang.
15.  Semua kait harus dililit, kecuali bila sudah dilengkapi dengan palang pengaman.
16.  Hanya satu orang, yang harus diketahui operator, yang boleh memberikan kode atau syarat kepada operator.
17.  Operator crane harus diberi pengarahan oleh supervisor mereka sebagai bagian dari job safety analysis.
18.  Pertimbangan terhadap faktor-faktor keselamatan kerja harus dievaluasi ulang jika sudut sling  melebihi 600.
19.  Karena pertimbangan akan berat dan pusat gaya berat, maka semua muatan harus dicek sebelum berangkat. Pastikan peralatan pengangkatan sesuai dengan kapasitasnya.
20.  Gunakan sling berkaki banyak, bukan gabungan sling dari kaki tunggal. Jangan mengangkat beban memakai satu dari sling kaki banyak sebelum kaki-kaki yang tidak terpakai diikat dengan aman.
21.  Rapat pra pengangkatan (Pre-lift meeting). Membahas penentuan tugas dan peran semua pihak, macam cara pengangkatan, tingkatan personil yang terlibat.
22.  Persiapan pengangkatan (Lift Preparation). Inspeksi crane/mesin pengangkat,peralatan, shackle dan sling, melaporkan komponen untuk perbaikan, pengujian fungsi operasi crane, identidikasi ukuran sling yang  tepat dan shackle untuk pengangkatan beban.
23.  Komunikasi. Dengan personil di lingkungan kerja (dilakukan secara lisan dan melalui radio).
24.  Sinyal (Isyarat). Penggunaan radio dan  atau aba-aba tangan.
25.  Gerakan putaran (swing) crane. Tidak boleh men-swing beban, menjaga titik pusat tegak lurus dengan hook pada boom.
26.  Pengangkatan khusus (Non-routine operation). Kehati-hatian terhadap kerja aman,  untuk cargo berat, pandangan operator yang terhalang, kapal yang beroperasi disekitarnya, bongkar muat dari bagian kapal, penangan cargo tanpa tag line, Pandangan yang terbatas, cuaca buruk / gelombang besar dll.
27.  Ijin kerja pengangkatan (lift permit). Berat beban > 5 metric ton, kecepatan angin > 15 knot, hujan/kabut, dll.
11. Safety Rules of Thumbs
Plow-Steel Cable (Kawat Baja)
Beban aman hitungan ton, yakni 8 kali diameter dalam inchi kuadrat. Misal ½ “ rope = 8 x ( ½ x ½ ) = 2 ton
Open Eye Hook (Hook Mata Terbuka)
Beban aman hitungan ton, yakni ukuran diameter dari mata terkait dalam inchi kuadrat, misalnya : 2 hook = 2 x 2 = 4 ton
Shackle
Beban aman hitungan ton, yakni ukurandiameter dari pin shackle dalam ½ inchi kuadrat di bagi 3. Misal : ½ “ pin hook = 2 kuadrat (22 : 3 = 1 1/3 ton
Chain (rantai)
Beban aman hitungan ton, yakni 6 kali diameter mata rantai dalam inchi kuadrat. Misal ½“ rantai = 6 x ( ½ x ½ ) = 1 ½ ton

12. Keselamatan Listrik
1.    Semua instalasi dan perbaikan peralatan listrik harus dilakukan oleh petugas yang berkualifikasi dan berwenang.
2.    Semua instalasi dengan energi harus dibonded dan grounding.
3.    Semua instalasi atau peralatan listrik harus digrounding dan adanya sistem proteksi overload.
4.  Semua pekerjaan de-energize switch gear, circuit breaker dan peralatan listrik lain jaringan distribusi harus diberlakukan sistem lockout tagout (LOTO).
5.    Inspeksi harus dilakukan sebelum energizing instalasi listrik.
6.    Gunakan handtools khusus untuk pekerjaan kelistrikan.
7.    Gunakan APD yang diisyaratkan khusus pekerjaan kelistrikan.
8.    Pekerjaan yang memerlukan Hot Work Permit harus dilengkapi dengan fasilitas listrik explosion proof.
13. Bekerja dalam ruang tertutup
1.    Hanya personil berkompeten, dilatih yang boleh bekerja di tempat tertutup.
2.    Ijin kerja harus diperoleh untuk sistem isolasi pembersihan, purging, uji gas, APD dan peralatan khusus.
3.    Semua pipa masuk dibuka dan diblock dan penerapan LOTO.
4.    Sebelum masuk harus dilakukan pembersihan drain, cuci, purging/flushing untuk melepas cairan dan bahan kimia.
5.    Pengujian gas dengan gas detector yang terkalibrasi untuk memantau kandungan oksigen, gas mudah terbakar dan bahan beracun.
6.    SCBA harus digunakan untuk pengujian gas.
7.    Kandungan oksigen yang layak 19.5% - 23.5%.
8.    Gas petroleum mudah terbakar harus kurang dari 10% tingkat LEL.
9.    Gas beracun harus dibawah batas limit paparan aman (TLV – TWA) sesuai dengan informasi dari MSDS.
10.  Adanya personil yang stanby untuk komunikasi dengan personil di dalam.
11.  Sistem bantuan tanggap darurat dan rescue harus tersedia.

14. Keselamatan Scaffolding
1.  Scaffolding yang digunakan di lapangan fabrikasi harus mengacu pada standar internasional, seperti British standard BS 5973, atau Australian Standards (AS 1575 – 1974, AS 1576 -1974, AS 1577 – 1974).
2.    Ada 2 macam jenis scaffolding :
a)    Scaffolding tingkat rendah atau panggung kerja
Jenis ini maksimal hanya untuk ketinggian 2 meter, terdiri dari scaffolding rangka (fixed frame scaffolding) dan diijinkan hanya maksimal untuk 2 tingkat saja.
b)    Scaffolding untuk elevasi tinggi
Jenis ini dibangun menggunakan pipa dan klem (all tube and coupler scaffolding)
3.  Bahan-bahan /material  scaffolding harus diyakinkan bersertifikat dan berstandar british atau Australia.
4.  Scaffolding dibangun oleh Scaffolder atau petugas yang berkompeten (yang telah mengikuti pelatihan untuk Scaffolding Erection/Dismantling Training).
5.    Scaffolding frame / rangka harus disusun / dibangun mengikuti desain dari pabrik pembuat.
6.    Pijakan harus diyakinkan kokoh mampu menahan beban maksimum.
7.    Ada pagar pada setiap sisi yakni 10 cm di atas platform dan 50 cm di tengah.
8.    Ada “toe board” tinggi minimum 10 cm.
9.    Tersedia tangga yang cukup aman disandar dan terikat kuat.
10.  Tersedia peyangga tiang-tiang, kaki yang besar dan diperkuat dengan brace (batang silang).
11.  Diikat ke bangunan terdekat.
12.  Bila menggunakan sistem gantung (cantilever scaffold) harus diyakinkan kekuatan pengikatnya dan tersedia jalan masuk atau tangga yang memadai.
13.  Pekerja yang berada di scaffold harus menggunakan hardness dan terikat sempurna.
14.  Semua scaffolding yang belum selesai dibangun atau kondisi tidak aman harus diberi rambu peringatan “BERBAHAYA JANGAN MENDEKAT, SCAFFOLDING BELUM SELESAI”.
15.  Yakinkan alat-alat yang ada di scaffolding diikat aman.
16.  Semua scaffolding yang dibangun dan layak pakai, harus diinspeksi oleh petugas Inspektor yang memiliki sertifikat Scaffolding Inspector, dan Scaffolding tersebut dipasang label hijau (scaftag).
17.  Pada waktu mendirikan dan membongkar scaffolding harus dipasang barikade dan rambu peringatan.
18.  Papan scaffolding tidak boleh di cat atau dicoating 
15. Keselamatan Tangga
1. Tangga disandarkan ke penyanggah, dengan jarak kaki tangga ke penyangga ¼ kali tinggi penyangganya.
Misalnya, tangga berukuran 12 kaki harus diletakkan 3 kaki dari dinding atau penyanggah lain, dengan puncak tangga bersandar/menempel pada dinding atau peyanggahnya.
2.   Tangga tunggal atau yang diperpanjang harus dipakai mendekati posisi vertikal dan tidak boleh dipakai dalam posisi horisontal.
3.      Kaki tangga harus diletakkan dalam sepatu tangga yang kokoh, terutama di tanah/las yang lunak.
4.   Tangga tidak boleh disandarkan pada benda-benda yang tidak aman, seperti kaleng yang tidak diberi penghalang / pengganjal.
5.    Tiap tangga harus diikat atau dipegangi dengan kuat oleh seseorang saat dipakai.
6.    Tangga harus diperpanjang kira-kira 3 kaki (1 meter) jika dipakai di daerah yang tinggi.
7.    Tangga aluminium atau besi tidak boleh dipakai di daerah yang dikelilingi kabel listrik, fiberglass. Dengan kata lain, tangga kayu harus digunakan di daerah dengan bahaya listrik.
8.    Saat menaiki atau menuruni tangga :
  • Peganglah tangga dengan kedua tangan.
  • Posisikan badan menghadap tangga.
  • Jangan meluncur di tangga.
  •  Pastikan sepatu atau alas kaki kerja bebas dari minyak, pelumas atau lumpur.
  •  Jangan memanjat lebih tinggi dari anak tangga ketiga dari atas pada tangga yang lurus atau diperpanjang, dan anak tangga kedua pada tangga dua sisi.
  •  Hanya satu orang yang boleh berada di tangga pada satu saat.
    16. Housekeeping
    Housekeeping diartikan untuk menjaga (keeping) suatu tempat kerja agar tetap bersih dan rapi. Housekeeping yang baik sangat penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang pada tingkat bebas dari kecelakaan karena akan menghilangkan banyak bahaya dimana kemungkinan tidak terdeteksi.
1.   Menjaga tempat kerja agar selalu baik, menyediakan dan menandakan tempat peralatan yang layak.
2.    Menyediakan kotak-kotak atau rak-rak untuk menyediakan peralatan yang tertinggal di sembarang tempat dapat menjadi sumber bahaya.
3.    Simpanlah selang, rantai dan lainnya supaya tidak menimbulkan bahaya tersangkut.
4.    Taruhlah sampah atau kain lap yang mengandung minyak di dalam kontainer logam tertutup.
5.    Bersihkan semua tumpahan atau ceceran dengan segera.
6.    Periksa dan bersihkan tempat-tempat penyimpanan secara periodik.
7.    Akhirilah setiap pekerjaan dengan membersihkan tempat kerja.
8.    Jagalah agar setiap jalan, pintu darurat, tangga dan platform, bersih dan bebas dari hambatan.
9.    Perbaiki setiap kebocoran dengan segera.
10.  Inspeksi secara rutin harus dilakukan pada semua tempat-tempat kerja dan kantor untuk meyakinkan kebersihan dan kerapian terpelihara.
18. Penggunaan Penanganan dan Penyimpanan botol-botol gas
1.     Semua botol gas harus dilindungi dari penyerapan panas yang berlebihan.
2.    Semua botol gas yang digunakan harus diletakkan dengan mantap atau dimasukkan dalam rak besi yang dapat dipindahkan agar tidak jatuh atau terguling.
3.    Saat pengangkatan botol gas harus dimasukkan ke dalam rak besi (cradle). Tidak boleh diangkat dengan memakai magnet, tali, kabel atau rantai.
4.    Botol gas tidak boleh diletakkan di tempat yang memungkinkannya menjadi bagian dari pengantar listrik.
5.    Oksigen atau botol gas lain tidak boleh disimpan didekat tempat yang sangat mudah terbakar, terutama minyak dan pelumas.
6.     Botol harus diletakkan dalam posisi tegak dan pelindung katup harus terpasang di tempatnya.
7.   Perlengkapan harus selalu bersih, bebas dari minyak dan dalam keadaan yang baik. Katup, kopling, pengatur tekanan, pipa dan suluh tidak boleh dilumasi. Minyak dan pelumas yang bersenyawa dengan oksigen yang dimampatkan akan mudah terbakar.
8.    Pemadaman api bahan kimia kering atau karbon Dioksida harus selalu berada di dekat tempat kerja yang menggunakna gas pembakar dalam botol.
9.  Penahan nyala balik (flashback arrestor) harus dilengkapi pada setiap saluran oksigen dan acetylene untuk menghindari nyala balik.

PROSEDUR DARURAT 

1. TujuanMenyelamatkan sebagian atau seluruh peralatan perusahaan serta penyelamatan tenaga kerja yang berkerja di tempat-tempat tersebut, dan menyelamatkan anggota masyarakat disekitar lokasi kerja dimana terjadinya keadaan darurat, dimana hal ini harus diatasi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan cara terpadu dan hanya diberlakukan pada saat terjadi keadaan darurat.

2. Definisi
1.    “Keadaan Darurat” (Emergency) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan karena kegagalan peralatan dan perilaku tenaga kerja dimana sumber tenaga dan sarana dari fasilitas di tempat tidak mampu untuk menanggulangi akibat dari suatu kondisi yang tidak normal denganketentuan yang ada.
2.    “Bencana” (disaster) diartikan setiap kejadian besar/bencana yang tiba-tiba / tidak terduga baik diakibatkan dari dalam maupun luar operasi atau dikarenakan alam yang mengakibatkan korban kematian atau luka-luka maupun kerugian peralatan dan material dalam jumlah besar, yang mana sumber daya manusia dan sarana yang ada di tempat kerja tersebut tidak mampu untuk menanggulangi keadaan tersebut.
3.    “Korban” diartikan seorang yang segera memerlukan pelayanan medis sebagai akibat dari kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan atau keadaan darurat dimana  keadaan fisik atau mental orang tersebut  sedemikan rupa sehingga dapat mengancam jiwanya atau dapat merugikan kesehatannya.
4.    “regu Tanggap Darurat” diartikan regu yang terdiri dari  team yang memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam rencana tanggap darurat, seperti Pasukan Pemadam Kebakaran (Fireman), team P3K dan evakuasi medis. Anggota team tanggap darurat adalah tenaga terlatih yang dididik khusus untuk melakukan tanggap darurat di tempat-tempat kerja.
5.    “Tempat berkumpul” (Assembly point /Muster Area) diartikan sebagai tempat yang dianggap aman untuk berkumpul bilamana terjadi keadaan darurat ditandai dengan tulisan yang mencantumkan tempat personil bekerja.
6.    “Mobilisasi Umum” diartikan pengerahan tenaga kerja dan kemungkinan anggota masyarakat sekitar daerah operasi, baik dilakukan oleh anggota team terlatih maupun tidak terlatih untuk penanggulangan kebakaran atau keadaan darurat besar / disaster (bilamana sangat diperlukan).

3. Prosedur Kesiagaan dan Rencana Tanggap Darurat dibutuhkan
1.      Kebakaran dan ledakan
2.    Orang terbenam
3.    Keadaan darurat medis (Medevac)
4.    Ancaman bom atau teroris
5.    Ancaman dari masyarakat
6.    Gempa bumi
7.    Badai besar
8.    Pencemaran, dll.

4.Laporan Keadaan Darudat
1.    Siapa yang harus melapor ?
2.    Bagaimana menghubungi ?
3.    Informasi apa yang diperlukan ?
  • Masalah yang terjadi, jelaskan secara singkat
  • Lokasi, dijelaskan temoat dimana bantuan diperlukan
  • Jenis bantuan yang diperlukan, regu dan fasilitas pemadam kebakaran atau tipe gawat darurat lainnya.
5. Latihan Gladi / Emenrgency drill
  1. Pekerja, tamu atau pihak ketiga lainnya yang di tempat kerja harus mengikuti latihan gladi untuk meyakinkan kita terbiasa dengan keadaan darurat dan signal tanda darurat.
  2. Latihan gladi akan melibatkan semua personil.
  3. Drill harus mencakup aspek ; evakuasi, operasi peralatan bantuan, bantuan transportasi dan komunikasi.
  4. Harus dicatat kesesuaian dan ketidaksesuaian.
  5. Dilakukan pembahasan hasli drill.

Latihan gladi harus mengarah pada sasaran penting, anata lain:
  1. Mendemonstrasikan kemampuan karyawan menangani keadaan darurat
  2. Latihan akan menunjukkan dan mengembangkan kepercayaan karyawan dan untuk mengidentifikasi hal-hal penting yang diperlukan.
  3.  Melatih kemampuan masing-masingdan team untuk menangani keadaan darurat yang terjadi ditempat kerja.
  4.  Menguji peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi dan tanggap darurat terhadap pemeliharaan dan keyakinan kelayakan operasi.

6. Macam-macam latihan gladi
Latihan berikut harus dilakukan disesuaikan dengan operasibor yang sedang berjalan :
1.    Latihan alarm  tanda bahaya
2.    Latihan evakuasi – Muster Point
3.    Latihan pemadam kebakaran
4.    Latihan penanganan cedera dan evakuasi medis
5.    Latihan penggunaan Breathing Apparatus

7. Program latihan gladi yang efektif, antara lain :
1.    Penjelasan latihan termasuk daftar peserta
2.    Frekuensi latihan
3.    Laporan hasil latihan disampaikan kepada Supervisor
4.    Topik yang teridentifikasi pada latihan sebelumnya yang membutuhkan perbaikan
5.   Sesuaikan dengan keadaan darurat yang mungkin ada. Setiap latihan harus dilakukan dengan skenario benar-benar bila keadaan darurat dapat terjadi sesungguhnya.
6.    Dilakukan tinjauan ulang keberhasilan dari latihan dan peluang perbaikan, termasuk waktu yang terpakai dengan mempertimbangkan kinerja karyawan.

8. Sarana transportasi evakuasi medis  (MEDEVAC)
1.    Pertimbangan untuk waktu tercepat
2.    Ketersediaan kapal, helicopter
3.    Pertimbangan bila cuaca buruk dan jarak tempuh

9. Peralatan Bantuan
1.    Semua peralatan bantuan darurat tersedia
2.    Jumlah orang yang dapat menggunakan tertera
3.    Adanya registrasi peralatan, pengujian dan pemeliharaan

10. Sistem Alarm
1.    Pemberitahuan keadaan darurat ke seluruh personil dan key pasition sedini mungkin, pada saat terjadinya keadaan darurat.
2.   Membiasakan tahu tentang alarm audio tanda kebakaran (biasanya frekwensi 500 – 1000 Hz dengan kekerasan minimal 65 dB (A).

11. Prosedur bila terjadi pencemaran terhadap air
1.    Lapor segera Supervisor bila adanya pencemaran di laut.
2.    Supervisor melaporkan keadaan pencemaran kepada petugas Keselamatan dan team tanggap darurat guna mendapatkan bantuan penanggulangan.
3.    Segera setelah diketahui, bila pencemaran besar team Tanggap Darurat akan menyediakan peralatan untuk pembersihan dibantu dengan fasilitas dan tenaga kerja yang ada di lokasi.
4.    Supervisor dan petugas keselamatan akan memutuskan untuk melakukan penyekatan dengan boom, penghisapan cairan dengan pompa, menyebarkan dispersant, dll.

12. Prosedur  MEDEVAC
Bila adanya gangguan bahaya kehidupan dan keadaan darurat medis di tempat-tempat kerja, harus dilakukan :
1.    Laporkan kepada Paramedic, Supervisor, Petugas Keselamatan
2.    Perlu koordinasi dengan Supervisor dan Paramedic untuk Evakuasi Medis.
3.    Pergunakan sarana transportasi yang memadai.

4 komentar: